Minggu, 04 Mei 2025 - tulisanq
Kamu,
Entah masih mengingatku atau tidak. Tapi hari ini, aku menulis ini bukan untuk menyalahkanmu, bukan untuk mengungkit apa yang pernah terjadi, apalagi untuk meminta kembali apa yang sudah bukan milikku. Aku menulis ini untuk melepaskan—bukan kamu, tapi perasaan yang sudah terlalu lama menggantung dalam diam.
Aku pernah mencintaimu. Aku yakin kamu tahu itu. Kita sama-sama merasakannya dulu, meski jalannya sempit, rumit, penuh dinding-dinding yang tak bisa kita lewati bersama. Ada hari-hari ketika aku merasa kamu adalah alasan aku ingin menjadi lebih baik. Ada harapan bahwa suatu saat nanti, ketika aku cukup dewasa, cukup mandiri, cukup siap... aku bisa menemuimu bukan sebagai anak SMA yang takut, tapi sebagai laki-laki yang tahu arah hidupnya.
Tapi hidup menulis cerita yang berbeda. Kamu memilih pergi, dan aku memilih bertahan dalam bayanganmu. Aku pernah berharap kamu hanya sedang menjauh sementara. Aku pernah meyakinkan diri bahwa cinta yang tulus akan menemukan jalannya. Tapi ternyata, jalannya bukan kembali padaku.
Aku tahu kamu sudah bahagia sekarang. Kamu sudah menikah. Bahkan sudah menjadi ibu. Aku tahu kabar itu dari kejauhan, dalam diam, tanpa satu kata pun yang aku ucapkan. Karena meskipun hatiku hancur, aku tahu batas yang tidak boleh aku langkahi. Kamu telah memulai hidup baru, dan itu harus aku hormati, sekuat apapun rasanya di dada.
Hari ini, aku menulis bukan karena aku masih menginginkanmu. Tapi karena aku ingin memulihkan diriku. Karena terlalu lama aku membawa perasaan ini sendirian, seolah aku masih hidup di masa lalu. Padahal waktu sudah berjalan jauh.
Terima kasih karena pernah menjadi cahaya dalam fase gelapku. Terima kasih karena pernah percaya padaku walau sebentar. Terima kasih karena pernah mencintaiku dengan cara yang kamu bisa.
Dan maaf… karena aku mencintaimu terlalu lama.
Mulai hari ini, aku tidak akan lagi menoleh ke belakang. Bukan karena aku membencimu, tapi karena aku sudah cukup mencintai diriku untuk berjalan ke depan. Aku berhak bahagia. Aku berhak dicintai kembali, oleh seseorang yang datang bukan untuk mengingatkan luka, tapi untuk menyembuhkannya.
Jika suatu hari kita bertemu lagi—di dunia nyata, atau hanya di kenangan—aku akan tersenyum. Bukan karena aku masih mencintaimu. Tapi karena aku akhirnya bisa berkata, “Terima kasih, aku sudah ikhlas.”
Selamat menjalani hidupmu. Semoga kamu bahagia.
Dan untuk diriku sendiri…
Terus melangkah. Luka ini bukan akhir. Ini awal dari hidup yang akan kamu isi dengan cinta baru yang pantas.
Dengan perpisahan yang tulus,
Aku.