Besok adalah hari terakhirku di rumah. Tapi sejatinya, ini bukanlah kampung halaman sesungguhnya. Karena kampung halaman sejati adalah tempat yang tak bisa lagi kita tinggalkan ketika sudah pulang dan kekal di dalamnya—kampung akhirat.

Weekend ini ditambah cuti bersama sejak Jumat, hanya tiga hari, tapi rasanya cepat sekali berlalu. Bahkan aku tidak benar-benar merasakan santai di rumah. Aku rindu masa-masa dulu, ketika bisa bersantai tanpa dikejar pekerjaan. Besok Minggu aku harus kembali ke Jakarta, lalu Senin sudah mulai bekerja lagi.

Kadang aku bertanya pada diriku sendiri: apa sebenarnya yang kucari dari kehidupan ini? Aku hanya ingin bahagia. Meski hubunganku dengan orang tua sedikit retak karena tidak adanya saling memahami, aku tidak menuntut apa-apa. Aku tetap mencintai mereka, seperti dulu mereka mencintaiku saat kecil. Dan mungkin inilah waktunya aku yang sudah dewasa belajar memberi kasih sayang untuk orang tua yang mulai renta.

Hari ini, di perjalanan, aku melihat seorang ayah yang membonceng anak perempuannya di motor. Si ayah memeluk erat anaknya dari depan, seakan tak ingin anaknya terjatuh. Pemandangan itu sederhana, tapi begitu dalam. Rasanya seperti membuka kembali kenangan masa kecilku—ketika aku pun dijaga dengan penuh kasih sayang.

Besok aku harus cepat-cepat kembali ke Jakarta, tapi hatiku masih ingin tinggal di sini, bersama kenangan, bersama orang-orang yang kucintai.