Selasa, 21 Oktober 2025 - tulisanq
Melelahkan, menyebalkan. Aku cuma seorang anak laki-laki yang tinggal di perkotaan, sendirian. Kadang aku hanya ingin punya seseorang yang bisa mendampingiku — bukan sekadar teman nongkrong, tapi seseorang yang benar-benar bisa dipercaya. Dunia ini terasa terlalu ramai untuk hati yang sepi.
Aku kecewa ketika tahu, bahkan dalam lingkaran pertemanan pun ada “circle” di dalamnya. Mereka memilih-milih siapa yang ingin diajak, siapa yang dianggap cukup keren untuk tetap di dalam. Aku lelah. Aku ingin resign — bukan hanya dari pekerjaan yang menguras tenaga dan emosi, tapi juga dari dunia sosial yang tak menyehatkan. Tidak ada tempat untuk benar-benar bercerita, tidak ada ruang aman untuk curhat. Apa pun yang aku katakan bisa jadi boomerang yang kembali menyakitiku.
Akhirnya aku memilih diam. Aku belajar menelan cerita sendiri, memeluk rasa sepi tanpa suara. Kadang aku hanya ingin pulang, tapi aku bahkan tak tahu harus pulang ke mana. Entah aku memang tidak punya teman dekat, atau cuma perasaanku saja yang terlalu sensitif. Aku tertawa, tapi bukan tertawa bersama. Aku hanya tertawa sendirian di tengah kumpulan orang yang terlihat bahagia.
Mungkin aku memang salah dalam memulai. Mungkin aku terlalu polos dalam menyusun kata. Sekarang aku bingung — harus bertindak seperti apa, harus percaya pada siapa. Aku hanya ingin dimengerti tanpa harus berpura-pura kuat. Aku hanya ingin seseorang berkata, “kamu nggak apa-apa, aku di sini.” Tapi kalimat sederhana itu tak pernah datang.
Dan di titik ini, aku cuma bisa menulis. Menulis apa yang tak bisa kuucapkan. Mungkin dengan begitu, setidaknya aku tidak benar-benar hilang dalam rasa kesendirian ini.