Selasa, 15 Juli 2025 - tulisanq
Aku juga punya perasaan—marah, sedih, kecewa.
Tertawaku, senyumku, semua itu bukan berarti aku baik-baik saja. Di baliknya, ada hal yang kututupi. Luka yang tak terlihat. Sesak yang tak terucapkan. Aku bukan seseorang yang kuat seperti yang kalian lihat. Tapi aku juga bukan pengecut yang lari dari segalanya.
Kadang aku menangis. Bukan untuk terlihat lemah. Tapi karena hatiku terlalu penuh untuk terus dipendam. Air mata itu, adalah caraku meredakan lara. Caraku berdamai dengan apa yang tak bisa kuubah.
Banyak hal yang sudah berlalu dan meninggalkan jejak kecewa di dalam hati—dari pertemanan yang tak lagi sehangat dulu, kisah asmara yang kandas di tengah jalan, hingga hubungan keluarga yang kadang menyakitkan walau tanpa niat. Semua itu menumpuk menjadi beban yang tak terlihat oleh siapa pun.
Aku memilih bekerja jauh dari rumah. Bukan semata untuk mengejar karier, tapi karena aku ingin kabur. Kabur dari tekanan, dari suara-suara yang terlalu sering mengatur, menghakimi, menyuruhku menjadi seseorang yang bukan diriku. Bukan karena aku tak mau diatur, hanya saja… aku butuh ruang. Aku ingin hidup sendiri. Menentukan arahku sendiri.
Tapi ternyata… kesendirian itu tak seindah yang kubayangkan.
Kesendirian itu sunyi. Menyesakkan. Menyisakan kekosongan yang makin hari makin terasa dalam.
Aku butuh seseorang.
Seseorang yang tahu siapa aku. Yang mengerti perasaanku, bahkan ketika aku tak mampu menjelaskannya dengan kata-kata. Yang hadir bukan hanya di hari-hari baik, tapi juga di saat aku terpuruk. Yang bisa menjadi teman, tempat bersandar, tempat pulang. Seseorang yang bisa mencintaiku, dan aku pun mencintainya, dengan tulus, dengan apa adanya.
Aku butuh seseorang itu.
Entah di mana aku akan menemukannya, entah kapan takdir akan mempertemukan kami.
Tapi aku percaya, di suatu waktu, di suatu tempat… akan ada seseorang yang menjadi penawar. Yang membuat luka ini perlahan sembuh. Yang hadir bukan hanya untuk sementara, tapi untuk selamanya.